- Home »
- ESTETIKA SEBAGAI UNGKAPAN RELIGIUSITAS
Umi Ayu Saputri
On Rabu, 01 Mei 2013
Umi Ayu Saputri
C0210071/
Filologi
ESTETIKA SEBAGAI UNGKAPAN
RELIGIUSITAS
Estetika sering diartikan sebagai
filsafat keindahan atau seni. Tujuannya sebagaimana tujuan filsafat, dapat
dirumuskan mengikuti perumusan Harold Titus, namun dengan mengaitkannya dengan
masalah-masalah keindahan. Sebagai cabang filsafat atau ilmu yang berdiri
sendiri, terlepas dari metafisika, logika dan etika, serta teologi, terjadi
sejak abad ke-18 dan pandangan sebagai ilmu yang berdiri sendiri sebagian masih
dipertahankan sampai masa kini.
Estetika
dalam Tradisi Islam
Pemikiran estetika dalam tradisi
Islam bermula pada abad ke-9 dan 10, bersamaan waktunya dengan munculnya
terjemahan buku-buku filsafat yunani. Karya filsuf yunani yang paling menarik
perhatian pemikir muslim untuk dibahas dan dikritik sehingga kemudian
melahirkan teori estetika sendiri. Pada tahap perkembangan berikutnya, dari
abad ke-12-17, masalah estetika lebih banyak mendapat tumpuan dari para sufi
dan ahli-ahli filsafat ‘ishraqiyah
, atau para cendekiawan dan ulama yang mempunyai hubungan dengan tasawuf.
, atau para cendekiawan dan ulama yang mempunyai hubungan dengan tasawuf.
Keindahan
dan Peringkat-Peringkatnya
Tradisi Islam istilah yang
digunakan untuk keindahan estetis diambil dari al-Quran dan hadis, yaitu jamal dan husn. Karena keindahan ada kaitannya dengan cinta, dan cinta
memiliki peringkat, maka demikian pula keindahan itu memiliki
peringkat-peringkat. Imam al-Ghazali mengatakan bahwa peringkat-peringkat
estetis sejajar dengan peringkat pengalaman kesufian. Ia berjalan dari
peringkat syariat (formal), melalui peringkat tarekat, menuju hakikat (maknawi)
dan akhirnya makrifat. Sesuai peringkatnya keindahan dibagi menjadi: (1)
keindahan sensual dan duniawi, (2) keindahan alam, (3) keindahan akliah, (4)
keindahan rohaniah, dan (5) keindahan Ilahi.
Estetika
sebagai Jalan Kerohanian
Karena segala bentuk keindahan
dapat dijadikan sarana menuju pengalaman religius, sesuai dengan cara seorang
menanggapi keindahan, maka estetika dalam tradisi Islam dapat dikatakan sebagai
jalan kerohanian. Namun demikian sebagai jalan kerohanian , tidak mesti karya
sastra atau seni mesti merupakan ekspresi religiusitas dan spiritualitas dalam
pengertian yang sempit. Karena berkaitan dengan pencapaian Tauhid, estetika
Islam bersifat konsentrik, memusat kepada Yang Satu atau kesaksian akan Yang
Satu, Kekasih dan Pencinta.
Sebagai perjalanan mendaki dari
alam rendah ke alam tinggi ungkapan estetik dalam sastra dan seni mempunyai
fungsi sebagai berikut: (a) tawajjud,
(b) tajarrud, (c) tadzkiya al-nafs, (d) sarana
transendensi, (e) menyampaikan hikmah, (f) sarana efektif menyebarkan gagasan,
pengetahuan, informasi, dan (g) menyampaikan puji-pujian kepada Yang Satu.
Puisi
Modern
Tradisi estetika Islam yang
dasar-dasarnya telah diletakkan para filsuf, penyair dan sufi di masa lalu
terus dikembangkan pada masa modern di dalam ekspresi yang berbeda-beda, sesuai
dengan perkembangan zaman dan kebudayaan.
Dapture Estetika Abudul Hadi
W.M.. 2004. Hermeneutika, Estetika, dan
Relegiusitas. Sleman: penerbit Matahari.