- Home »
- ANALISIS CERPEN SEORANG AYAH DAN ANAK GADISNYA KARYA JUJUR PRANANTO (TINJAUAN STILISTIKA)
Umi Ayu Saputri
On Rabu, 01 Mei 2013
ANALISIS CERPEN
SEORANG AYAH DAN ANAK GADISNYA
KARYA JUJUR PRANANTO
(TINJAUAN STILISTIKA)
Mata Kuliah : Estetika
Disusun oleh
Umi Ayu Saputri
C0210071
JURUSAN SASTRA
INDONESIA
FAKULTAS SASTRA
DAN SENI RUPA
UNIVERSITAS SEBELAS
MARET
SURAKARTA
ANALISIS CERPEN
SEORANG AYAH DAN ANAK GADISNYA
KARYA JUJUR PRANANTO
(TINJAUAN STILISTIKA)
Diksi
dalam cerpen “Seorang Ayah dan Anak Gadisnya” karya Jujur Prananto
Pada cerpen “Seorang Ayah dan Anak
Gadisnya” karya Jujur Prananto, terlihat tentang pemilihan kata yang digunakan.
Dari segi judulnya terlihat bahwa pengarang menggunakan kata yang lugas dan
mudah dimengerti oleh pembaca. Judul yang digunakan oleh pengarang memiliki
makna bahwa ada seorang ayah dan anak gadisnya. Judul di sini hanya menyatakan
hal seperti itu namun menjadi tanda tanya ketika pembaca membaca. Judul itu
akan membuat pembaca menjadi penasaran bahwa ada apa dengan seorang ayah dan
anak gadisnya itu. Dengan demikian pembaca akan membaca cerpen itu.
Gaya penulisan cerpen “Seorang Ayah
dan Anak Gadisnya” terlihat unik dan lugas. Bahasa yang digunakan dalam cerpen
oleh Jujur Prananto yaitu bahasa lugas dan mudah dipahami. Jujur Prananto juga
menggunakan bahasa yang puitis. Bahasa lugas yang digunakan Jujur Prananto
diasumsikan agar pembaca mudah memahami pesan yang ingin disampaikan oleh
pengarang. Dalam hal ini penarang juga menggunakan bahasa asing, bahasa daerah,
dan bahasa anak muda serta terdapat penggunaan kata fatis. Hal tersebut dapat
dilihat dari kutipan berikut.
“seorang gadis remaja lima belas tahun berkulit kuning, tingi badan
seratus enam puluh limaan, berambut tebal agak pirang, bercelana jins biru muda
kedodoran, t-shirt mungil warna pink berleher lebar lengan pendek, menghambur
ke dalam begitu ia menguakkan pintu. ...”
Penggambaran di atas menggunakan
bahasa lugas yang dapat dimengerti oleh pembaca secara umum. Kemudian di bawah
ini adalah kutipan penggunaan bahasa kiasan.
“secara pelan tapi pasti Putih Melati tumbuh dan mekar. Ia tak lagi Cuma
bisa menangis dan tertawa tetapi juga menangisi dan menertawai, tak Cuma
menjerit-jerit tapi juga menjeritkan sesuatu. ...”
Penggunaan bahasa daerah dapat
dilihat pada kutipan berikut.
“ “sejak kapan kamu pakai lipstik, anak sableng?”
“tahu
sontoloyo nggak?”
“...
kata-kata begini sih elu-elu aje yang tau, kite-kite mana ngarti?” ...”
Penggunaan bahasa asing dapat
dilihat dalam kutipan berikut.
“... t-shirt munil warna pink berleher lebar dengan lengan pendek, ...”
“eh
beneran, pa. I swear.”
Bahasa anak muda zaman sekarang
atau sering disebut bahasa gaul dapat dilihat pada kutipan berikut.
“seragam kita paling geboy. Kena lampu makin gemerlapan. Grup-grup lain
pada ngeper liat kita. ...”
Penggunaan kata-kata fatis dapat
dilihat pada kutipan berikut.
“ “maksud saya gitu juga sih. Soalnya mengarang susah, pa.”
“nah
yang jelas dong! Kebetulan saja papa tahu. ...”
Sudut pandang yang digunakan dalam
cerpen “Seorang Ayah dan Anak Gadisnya” adalah sudut pandang orang ketiga. Pengertian sudut pandang ketiga adalah penggunaan
aspek orang ketiga (baik jamak ataupun tunggal) untuk menuturkan cerita. Hal
ini bisa ditandai dengan penggunaan calling
terms atau kata ganti personal "dia", kata milik orang ketiga
"-nya" dan seterusnya. Dalam sudut pandang ini, cerita dikisahkan
dari sudut ”dia”, namun pengarang, narator dapat menceritakan apa saja hal-hal
yang menyangkut tokoh ”dia” tersebut. Narator mengetahui segalanya, ia bersifat
mahatahu (omniscient). Ia mengetahui berbagai hal tentang tokoh, peristiwa, dan
tindakan, termasuk motivasi yang melatarbelakanginya. Ia bebas bergerak dan
menceritakan apa saja dalam lingkup waktu dan tempat cerita, berpindah-pindah
dari tokoh ”dia” yang satu ke ”dia” yang lain, menceritakan atau sebaliknya
”menyembunyikan” ucapan dan tindakan tokoh, bahkan juga yang hanya berupa
pikiran, perasaan, pandangan, dan motivasi tokoh secara jelas, seperti halnya
ucapan dan tindakan nyata. Hal tersebut terlihat dalam kutipan berikut ini.
“paling tidak suara knalpot itu sudah membedakan mobil Putty dengan yang
lain. Lalu gebrakan yang tak bisa cuma sekali, (minimal dua kali agar bisa
menutup rapat), yang kerasnya cukup untuk mengagetkan ayam-ayam di kandang
belakang rumah. Baru kemudian suara Putty sendiri yang melenking tinggi,
walaupun sebenarnya kedenaran cukup merdu bagi yang sudah ratusan kali
mendengarnya ocehannya.”
Penggunaan bahasa oleh pengarang
dalam cerpen ini yaitu penggunaan bahasa indonesia bercampur dengan bahasa
daerah, yaitu bahasa jawa dan bahasa jakarta. Penggunaan bahasa daerah ini diasumsikan
sebagai penunjuk identitas penarang. Pengarang terlahir di Salatiga dan tinggal
di Yogyakarta sampai ia SMA. Pengarang tetap menggunakan bahasa jawa yang ia
ketahui selama ia tinggal di Yogyakarta dan setelah ia menjadi penulis
terkenal. Pengarang tidak menyembunyikan identitasnya sebagai orang jawa.
Analisis wacana cerpen “Seorang
Ayah dan Anak Gadisnya”
Wacana yang ingin disampaikan oleh
pengarang yaitu tentang kehidupan keluarga yang sederhana mengalami sebuah
masalah dan terdapat perbedaan antara mereka kemudian mengakibatkan sebuah
perpisahan. Putty sang anak tumbuh menjadi anak remaja dengan orang tua yang
terpisah dan ayah tiri yang telah menikahi ibunya. Putty mengembangkan bakatnya
sebagai seorang penari yang hebat. Putty menari dengan tarian yang modern tidak
seperti ibunya yang anggun ketika menari. Hal tersebut dapat dilihat dari
kutipan berikut.
“begitu tajam pertanyaan itu. begitu menuntut. Putih Melati bukan Cuma
serius, tapi telah menjadi lebih dewasa, mungkin juga terpaksa meloncat menjadi
dewasa. Namun paling tidak terhadap anak gadisnya ini sartono harus memberikan
jawaban paling jujur, sesederhana apapun.
“papa
tidak punya pacar.”
“Papa
tidak kepingin menikah lagi?”
“ya,
tapi nanti.”
“nanti
kapan, pa?”
“kelihatannya
mama mau cerai sama papa Burhan. Denger-denger, setelah urusan pengadilan
selesai. Mama mau pindah ke Amerika. Putty nggak mau ikut.” ...”
“ini pula yang membedakan ia dengan ibunya. Nadia kelewat anggun,
terlatih semenjak kecil untuk selalu menampilkan kenaggunan seorang penari.
...”
Sumber
http://id.shvoong.com/writing-and-speaking/self-publishing/2227019-jenis-jenis-sudut-pandang-orang/#ixzz2OT1n3T8u. Diakses pada
Jumat, 22 Maret 2013. Pukul 14.56 WIB.
http://prastna.wordpress.com/2011/11/17/sudut-pandang-pengarang-cerpen-novel/. Diakses pada
Jumat, 22 Maret 2013. Pukul 15.07 WIB.
Jujur Prananto.
2002. Parmin: Kumpulan Cerpen Jujur
Prananto. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.
Sinopsis
Cerpen “Seorang Ayah dan Anak Gadisnya” karya Jujur Prananto
Sartono mempunyai istri bernama
Nadia. Mereka mempunyai seorang putri bernama Putih Melati. Ketika Putty, nama
panggilan Putih Melati, kecil dia tidak menerima asi dari ibunya, karena asi
ibunya tidak keluar. Nadia selalu menangis ketika selesai memberikan asinya
kepada Putty.
Putty telah tumbuh menjadi remaja
berusia lima belas tahun. Ia seorang gadis yang berpenampilan sederhana. Ia
tinggal bersama dengan ibu dan ayah tirinya. Orang tua Putty berpisah, entah
kapan keduanya memutuskan berpisah. Ayah putty tinggal sendiri di rumahnya.
Terkadang putty berkunjung ke rumah ayahnya. Suatu ketika putty berkunjung ke
rumah ayahnya. Ayahnya sudah hafal betul dengan suara mobil putty, ketukan
pintu dan suara putty mengoceh. Karena pintu tidak dikunci segera putty membuka
pintu dan menghambur ke dalam. Kemudian putty berpamitan kepada ayahnya untuk
gladi resik show tari. Putty sudah menggunakan kostum dan make up untuk gladi
resik itu. hal itu membuat ayahnya banyak bertanya masalah make up-nya.
Putty dan teman-temannya akan
mengadakan festival di Taman Ismail Marzuki. Ia meminta ayahnya untuk pergi
menonton ia menari. Ia sudah membelikan karcis buat ayahnya. Putty dan ibunya
sangat berbeda. Ibunya adalah seorang yang anggun dan selalu menampilkan
keanggunan seorang penari tetapi tidak dengan Putty, ia menari dengan tarian
modern. Karena keanggunan ibunya itulah yang membuat ayahnya terpesona dengan
ibunya. Putty mempunyai tugas mengarang tapi ia tidak pandai mengarang, ia
meminta ayahnya untuk membuatkan tugasnya itu. menurutnya menari itu gampang
berbeda dengan pendapat ayahnya mengenai kata-kata Arswendo bahwa mengarang itu
gampang.
Pada saat Putty menari ayahnya
tidak hadir tanpa alasan. Ibunya hadir sendiri tanpa ayah tiri Putty. Malam itu
malam minggu ayah mengajak Putty jalan-jalan. Ketika di jalan mereka mngobrol
panjang lebar mengenai ibunya dan menikmati suasana malam di jakarta. Riuh,
ramai, dan apa lagi ini adalah malam minggu banyak sekali orang bermalam minggu
di sana. Kemudian ketika mereka membicarakan hal serius tentang ayah dan ibunya
Putty tiba-tiba menjadi murung dan mengajak pulang.