Popular posts

Umi Ayu Saputri On Kamis, 28 Maret 2013



Senin, 25 Februari 2013 09:34 WIB
TRIBUNJAMBI.COM, KERINCI - Munculnya aliran Sapta Dharma, membuat sebagai besar warga Kecamatan Kayu Aro, yang berada di kaki gunung Kerinci, resah. Pasalnya, kelompok tersebut saat ini sudah mulai terang- terangan membangun tempat ritual disebut sanggar yang di puncaknya di pasang patung semar.
Sebenarnya mereka sudah muncul sejak 2001 lalu, namun kegiatan mereka masih terselubung. Namun saat ini mereka sudah punya gedung sendiri, sehingga meresahkan warga ,” ujar Kepala Desa Mekar Jaya, Serengat, saat dikonfirmasi Tribun, belum lama ini.
Meskipun tidak mengganggu secara langsung, keberadaan kelompok tersebut sudah sangat meresahkan warga , apalagi ada ritual mereka yang sujud ke arah timur. Sebagian mereka memang masih ada yang
mengerjakan salat, hanya saja mereka tidak membaur dengan warga lainnya,” kata kades.
Polres Kerinci sudah melakukan langkah antisipasi, menggelar Focus Group Discussion (FGD), dengan menghadirkan tokoh masyarakat, pemerintah, adat, dan perwakilan Sapta Dharma.
FGD yang dipelopori Polres tersebut, dihadiri oleh perwakilan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kerinci, KUA Kayu Aro, Camat, Kepala Desa, serta beberapa orang pengikut Sapta Dharma, yang bertempat di Musala Nurul Iman, Desa Mekar Jaya.
Dalam pertemuan tersebut, disepakati dua keputusan, yakni menghentikan segala bentuk aktivitas yang berhubungan dengan Sapta Dharma. Selain itu, segala bentuk atribut yang berhubungan dengan Sapta Dharma, termasuk patung semar yang ada di Sanggar, harus dibongkar dan ditutup.
Kapolres Kerinci AKBP Ismail, melalui Kasat Bimas, yang saat itu masih dijabat oleh AKP Amsal, mengatakan dilakukannya penertiban ini, untuk mencegah terjadinya keresahan di kalangan masyarakat, yang dikhawatirkan bisa menimbulkan gangguan Kamtibmas.

Informasi dari warga , KTP mereka Islam, namun mereka malah sujud ke timur dan bukan ke barat,” tambahnya.
Informasi yang di dapat Tribun dari berbagai sumber, Sapta Darma adalah sebuah kepercayaan dengan status satu-satunya kerohanian di Indonesia, yang mewajibkan warganya menyembah Allah Yang Maha Kuasa dan menjalankan hidupnya berdasarkan tujuh kewajiban suci (darma), agar selamat hidup dunia dan akhirat.
Wahyu Kerohanian Sapta Darma diterima oleh Bapak Hardjosapoero di Pare, Kediri Jawa Timur sebenarnya pada 26 Desember 1952 (malam Jumat Wage), namun kebanyakan orang mengenal 27 Desember 1952.
Dapat dikatakan juga bahwa Sapta Darma adalah sebuah aliran kebatinan yang berarti tujuh kewajiban atau tujuh amal suci. Pendiri aliran kebatinan Sapta Darma adalah Hardjosapoero atau nama panggilannya Pak Sapuro lahir pada tahun 1910 yang berasal dari Desa Sanding, daerah Kediri. Walaupun Ia buta huruf namun tidak menghalanginya untuk aktif dalam gerakan Pemuda Sosial Indonesia (PESINDO).
Pekerjaan sehari-harinya selain sebagai tukang cukur, ia juga sebagai dukun yang memberikan obat-obatan dengan mengurut si sakit seperti Ilmu Magnetisme, yang dipelajarinya dari Bapak R.M Suwono yang tinggal di Yogyakarta.

Anjing Tidak Dianggap Najis
Kepala Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Kerinci, Sukardi, juga membenarkan bahwa aliran Ahmadiyah, Majelis Tafsir Alquran, dan Aliran Sapta Dharma, berkembang di Kabupaten Kerinci.
Akhir-akhir ini, hari-hari yang dihadapi oleh Islam semakin berat saja, dengan munculnya aliran-aliran yang mengatasnamakan islam,” ujar Sukardi, dalam sambutannya, saat perayaan Maulid Nabi, di rumah Dinas Bupati Kerinci, Sabtu (23/2).

Dia mengatakan, selain keberadaan aliran Ahmadiyah yang tidak mengakui nabi Muhammad sebagai nabi terakhir, ada lagi aliran lainnya seperti Majelis Tafsir Alquran di bawah pimpinan Ihsanudin di Desa Kebun Baru, Kecamatan Kayu Aro, dan aliran Sapta Dharmo.
Untuk aliran Majelis Tafsir Alquran, mereka tidak menganggap bahwa anjing adalah najis. Sedangkan Sapta Dharma, merupakan aliran yang dibawa dari Jawa. Mereka mengaku Islam, namun melakukan ibadah salat ke matahari terbit,” katanya.
Selain itu, salat yang mereka laksanakan cukup satu rakaat di waktu pagi, dan satu rakaat lagi di waktu sore. Ini sudah menjadi tugas kita semua, agar aliran seperti ini tidak menjamur di tengah-tengah masyarakat,” jelasnya.
Untuk mengatasi masalah tersebut lanjut Sukardi, adalah dengan membangun kekuatan umat dari berbagai bidang, untuk mempererat persatuan dan kesatuan. Kami menghimbau agar kita sama-sama memakmurkan masjid,” tegasnya.

Pemerintah daerah tidak keluarkan izin
Kepala Kesbangpol Kabupaten Kerinci, Damhar, mengatakan perkembangan aliran- aliran agama di Kerinci merupakan tanggung jawab Kemenag. Jika mereka sudah menyatakan suatu aliran sesat, maka pemerintah daerah baru bisa bertindak.
”Sekarang, sudah ada pemberitahuan dari mereka (Kemenag.red), yang menyatakan aliran Sapta Dharma dan Majelis Tafsir Alquran ( MTA ) sesat. Dengan dasar tersebut, kita menutup kedua aliran itu,” ujar Damhar, saat dikonfirmasi Tribun, Sabtu (23/2).
Untuk MTA kata Damhar, berkembang di wilayah Kebun Baru, Kecamatan Kayu Aro. Bagi aliran tersebut, kenduri dan kegiatan majelis taklim tidak dibolehkan. Selain itu, bagi mereka anjing bukan lah najis dan boleh dimakan, sehingga sulit diterima oleh masyarakat.
Sedangkan untuk Sapta Dharma jelasnya, mereka shalat ke arah matahari terbit. ”Untuk MTA sudah kita tutup, sedangkan Sapta Dharma, pengurusnya sudah kita panggil. Rencananya aliran tersebut juga segera ditutup,” katanya.

Kedua aliran tersebut terang Damhar, belum mendapatkan izin dari pemerintah daerah, dan pemerintah daerah sendiri, juga tidak akan mengeluarkan izin. ”Kegiatan mereka memang belum terlalu luas, anggotanya hanya sekelompok orang saja, terutama pendatang yang dari Jawa,” jelasnya.

Di pusat sendiri lanjutnya, memang kedua aliran ini sudah terdaftar. MTA terdaftar di kementerian agama, sedangkan Sapta Dharma terdaftar di kementerian dalam negeri. ”Namun hal tersebut tidak bisa menghalangi niat kita untuk menutup kedua aliran tersebut,” tegasnya.

Penulis : edijanuar

Editor : fifi

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments