- Home »
- Tugas Kritik Teks Lanjut
Umi Ayu Saputri
On Jumat, 31 Mei 2013
Umi Ayu Saputri
C0210071
Sastra Indonesia/
VI-F
1.
Cari
katalog naskah, kopi satu naskah. Jelaskan hal-hal yang dapat diperoleh dari
katalog itu, minimal 3 katalog naskah.
Jawab:
a. Dalam Katalogus Koleksi Naskah Melayu Museum Pusat
terdapat banyak hal yang dapat diperoleh, yaitu:
Judul naskah, “Sya’ir Abdulmuluk”, judul
dalam katalog ini tercatat dengan jelas dan dapat dipahami. Judul ditulis
dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik. Nomor naskah, “Ml. 724
(dari W. 257), dalam katalog ini nomor naskah dijelaskan dengan penulisan kode
naskah dengan huruf Ml. Yang dpat diinterpretasikan sebagai Melayu. Dan nomor
724, adalah penomoran naskah. Ukuran naskah, 33 X 21 cm, ukuran naskah dalam
Sya’ir Abdulmuluk adalah dengan panjang 33 cm
dan lebar 21 cm. Jumlah halaman,
190 hal. Dalam katalog ini terdapat 190 halaman. Dalam katalog ini tidak
dijelaskan penulisan halaman dengan menggunakan angka atau dengan angka jawi. Huruf
yang digunakan dalam naskah, huruf jawi, dalam katalog dijelaskan mengenai
huruf yang digunakan dalam naskah yaitu huruf jawi. Huruf jawi adalah huruf
Arab Melayu, huruf Arab yang berbahasa Melayu. Keadaan naskah, baik, dalam
katalog ini dijelaskan bahwa keadaan naskah Sya’ir Abdulmuluk adalah baik. Informasi
lain yaitu naskah ini sudah diterbitkan oleh P. P. Roorda van Eysinga, dalam
TBG, IX, 4 (1847), halaman 285 – 526 disertai terjemahan bebas. Naskah Sya’ir
Abdulmuluk pernah diterbitkan dalam huruf latin di Batavia pada 1892, akan
tetapi disayangkan karena penggarapannya kurang teliti. Naskah Sya’ir
Abdulmuluk juga terdapat di Leiden.
b.
Dalam Katalogus Manuskrip dan Skriptorium
Minangkabau dapat diperoleh informasi sebagai berikut:
Judul naskah, “Hikayat Cindur Mato”, dari
katalog ini dapat diperoleh informasi tentang judul naskah, judul naskah
ditulis dengan huruf kapital pada huruf pertama kata. Penulisan judul dibuat di
bawah nomor naskah. Nomor naskah, MM. 10. Museum. 38, penomoran naskah dengan
menggunakan huruf MM, dapat diasumsikan bahwa MM tu aalah Melayu Minangkabau,
dan angka 10 itu merupakan nomor naskahnya, kemudian museum diasumsikan bahwa
naskah tersebut disimpan dalam museum. Ukuran naskah, 17,5 X 24,3 cm, jadi
ukuran naskah tersebut dengan panjang 17,5 cm dan lebar 24,3 cm. Blok teks, 14
x 19,9 cm, dalam katalog dijelaskan bahwa kertas yang terdapat tulisan
berukuran 14 x 19,9 cm. Naskah tersebut memiliki celah di atas, samping kanan
kiri dan bawah. Jumlah lembar, 171 lembar, dalam katalog dijelaskan bahwa
jumlah lembar dalam naskah tersebut adalah 171 lembar. Jumlah halaman, 342,
dalam katalog ini naskah Hikayat Cindur Mato terdapat 342 halaman. Karena
jumlah lembarnya 171 dan jumlah halamannya 342 maka setiap satu lembar dan dua
halaman terdapat tulisan. Jumlah baris tiap halaman, 23 baris, dalam katalog
ini dijelaskan bahwa jumlah baris pada setiap halaman adalah 23 baris. Warna
tinta, hitam, dalam katalog dijelaskan bahwa warna yang digunakan dalam
menuliskan teks Hikayat Cindur Mato adalah tinta warna hitam. Jenis kertas,
kertas Eropa, dalam katalog dijelaskan bahwa jenis kertas yang digunakan adlah
jenis kertas Eropa, tanpa watermark
dan tanpa countermark. Penomoran halaman,
angka Latin. Penomoran setiap halaman menggunakan angka Latin. Aksara,
Arab-Melayu. Pada katalog ini menggunakan aksara Arab Melayu. Bahasa,
Melayu-Minangkabau. Pada katalog ini menggunakan bahasa Melayu-Minangkabau.
Karena naskah berasal dari Minangkabau. Tulisan cetak, dengan ukuran tulisan
sedang dan halus.
Isi naskah, dalam katalog ini dijelaskan
mengenai isi naskah yaitu memuat cerita (kaba) Cindua Mato (Cindur Mata) yang
tidak lengkap disebabkan karena terdapat beberapa halaman naskah yang hilang. Kondisi
naskah, naskah mulai rusak. Dalam katalog ini dijelaskan bahwa kondisi naskah
adalah sudah mulai rusak karena banyak halaman naskah yang hilang dan lepas
dari jilidannya. Tempat asal naskah, dalam katalog ini dijelaskan bahwa buku
karya cetakan lokal ini di Museum Adityawarman Padang dicatat sebagai koleksi
bagian filologika bersama manuskrip dengan no Reg. 1090: No. Inv.: 07.28,
dengan judul Hikayat Melayu Cindur Mato. Karya ini diperoleh pada 22 April
1996, dari 50 kota, Payakumbuh.
c.
Katalog Naskah Palembang
Judul naskah, “Hikayat Jatuhnya Negeri
Pendara”, katalog ini menjelaskan tentang judul naskah dengan penulisan
menggunkan huruf kapital dan diletakkan di tengah. Diasumsikan akan mudah
dibaca. Dijelaskan pula mengenai sampul, naskah ini berjudul Hikayat Jatuhnya
Negeri Pendara. Naskah ini memiliki sampul dengan ukuran sampul 18,3 x 27,5 cm.
Sementara ukuran halaman naskah adalah 14 x 19 cm. Naskah ini terdiri dari 107
lembar atau 214 halaman dengan penomoran halaman berangka latin dalam keadaan
tidak beraturan. Jumlah baris setiap halaman terdiri dari 27 baris yang ditulis
dengan spasi renggang. Teks semuanya ditulis dalam bahasa Melayu dengan aksara
Jawi. Teks ditulis dengan memakai tinta hitam dan untuk rubrikasi dipakai tinta
warna merah. Bahan yang digunakan adalah kertas Eropa dengan cap kertas Lilly in crowned shield (Strasbourg Lilly).
Kondisi naskah sudah rusak. Kertasnya sudah robek-robek, sudah lepas dari
jilidan dan sebagian sisi sudah hancur. Warna kertas sudah kecoklat-coklatan
karena usia dan jamur. Kerusakan terjadi terutama pada lingkaran pinggir kertas
dan penuh dengan lubang akibt serangan ngengat. Secara keseluruhan, teks yang
ada masih dapat dibaca.
Teks menguraikan kisah peperangan rakyat Ukir
Galung dengan rakyat Pendara. Bagian awal naskah yang masih terbca dan beberapa
halaman selanjutnya menjelaskan pertempuran tentara Ukir Galung dengan rakyat
Pendara di bawah pimpinan Raden Syahdira dan Raden Nakullah. Bagian akhir
naskah yang terbaca menjelaskan jatuhnya negeri Pendara. Dalam katalog ini juga
dijelaskan bahwa kutipan awal teks terbaca, “Beramuk-amukan itu maka barisan itu pun lalu pecahlah perang dan lalu
undurlah bercerai-berai tiada tahan kena amuk bala tentara...” Bagian akhir
teks yang terbaca, “...maka terletak
perkataan Lohan yang jagat batara guru pada ketika itu hanya...di batas putaran
pajangan itu.” Dalam sampul naskah terdapat catatan yang menerangkan judul
naskah yaitu, “Ini Hikayat...Naskah ini milik Masagus Haji Abdul Majid bin
Masagus Haji Agus yang berdomisili di Kampung 28 Ilir, Palembang pada 1340 H.”
Sementara pengarang kitab tidak disebutkan.
d.
Direktori Edisi Nakah Nusantara
Judul naskah “Hikayat Arjuna Mangunjaya”,
dalam direktori ini dijelaskan mengenai judul naskah dengan jelas. Bahasa,
Melayu. Bahasa yang digunakan dalam naskah adalah bahawa Melayu. Aksara,
Arab-Melayu. Dalam direktori ini dijelaskan bahwa aksara yang digunakan adalah
aksara Arab-Melayu. Pengarang, tidak diketahui. Dalam direktori ini tidak
dijelaskan penyusun atau pengarangnya karena mungkin naskah tersebut adlah
anonim.
2.
Carilah
buku hasil penelitian Filologi, diutamakan dari tesis dan disertasi, lalu
jelaskan metode-metode dalam menyunting yang dijelaskan dalam penelitian.
Jawab: “Hikayat Andaken
Panurat”
Pada tahun 1969
Robson menerbitkan suntingan “Hikayat Andaken Panurat”. Metode yang digunakan
adalah edisi naskah tunggal yang standar. Hikayat ini merupakan salah satu
versi cerita Panji Melayu. Menurut keterangan dalam hikayat disebutkan bahwa
hikayat ini berasal dari cerita dalang Jawa. Hikayat ini ditulis pada tanggal
11 Desember 1825 oleh Haji Zainal abidin di Pekojan Pengukiran (Robson, 1969:
64, dalam Sudardi, 2003: 62). Robson juga menyajikan berbagai hal yang menarik
tentang transformasi hikayat dari bahasa Jawa ke bahasa Melayu dan dunia salin
menyalin hikayat (Sudardi, 2003: 62).
3.
Jelaskan
mengenai edisi diplomatis dan edisi kritis.
Jawab:
-
Edisi diplomatik yaitu menerbitkan satu
naskah seteliti-telitinya tanpa mengadakan perubahan. Edisi diplomatik yang
baik adalah hasil pembacaan yang teliti oleh seorang pembaca yang ahli dan
berpengalaman. Dalam bentuknya yang paling sempurna, edisi diplomatik adalah
naskah asli direproduksi fotografis.Yang dimaksud dengan edisi diplomatik
disini adalah menerbitkan naskah seperti yang ada dan tepat seperti yang asli.
(Edwar Djamaris, 2002:67-68)
-
Edisi Kritis penilaian terhadap kandungan
teks yang tersimpan dalam naskah untuk mendapatkan teks yang paling mendekati
aslinya (constitution textus). Edisi ini yaitu menerbitkan naskah dengan
membetulkan kesalahan-kesalahan kecil dan ketidakajegan, sedangejaannya
disesuaika ndengan ketentuan yang berlaku. Diadakan pengelompokan kata,
pembagian kalimat, digunakan huruf besar, pungtuasi, dan diberikan pula
komentar mengenai kesalahan-kesalahan teks.
Pembentukan yang tepat dilakukan atas dasar pemahaman yang sempurna
sebagai hasil perbandingan naskah dengan naskah yang sejenis dan sezaman
semua. Semua perubahan yang diadakan
dicatat di tempat yang khusus agar selalu dapat diperiksa dan diperbandingkan
dengan bacaan naskah sehingga masih memungkinkan penafsiran lagi oleh pembaca. Segala
usaha perbaikan harus disertai pertanggungjawaban dengan metode rujukan yang
tepat. (Edwar Djamaris, 2002:68)
4.
Sebutkan
hal-hal yang berkaitan dengan aparat kritik.
Jawab:
Aparat kritik berisi segala perubahan, pengurangan, dan penambahan yang
dilakukan peneliti sebagai pertanggungjawaban ilmiah dalam suatu penelitian.
Tujuan disertakan aparat kritik dan pembahasannya agar pembaca dapat mengecek
bagaimana bacaan naskah. Atau dapat dijelaskan sebagai berikut.
Lakuna, yaitu
pengurangan huruf, suku kata, kata, frasa, klausa, kalimat, dan paragraf.
Adisi, yaitu
penambahan huruf, suku kata, kata, frasa, klausa, kalimat, dan paragraf.
Substitusi, yaitu penggantian huruf, suku kata, kata,
frasa, klausa, kalimat, dan paragraf.
5.
Apakah
ciri-ciri suntingan filologis.
Jawab:
Suntingan
teks merupakan salah satu hasil kerja penelitian filologi yang menyajikan teks
naskah dalam bentuk yang terbaca. Pengertian dari bentuk yang terbaca dalam hal
itu adalah bentuk yang dapat dijangkau dan dipahami oleh masyarakat pada masa
kini, yaitu teks harus ditulis dengan huruf yang berlaku, sudah
dibersihkan/dihindarkan dari tulisan yang rusak, disajikan dengan bahasa yang
dapat dipahami oleh masyarakat masa kini menyatakan bahwa suntingan teks
merupakan teks yang telah mengalami pembetulan-pembetulan dan
perubahan-perubahan sehingga dianggap bersih dari segala kekeliruan. Suntingan
teks ada dua macam, yaitu suntingan teks edisi diplomatik dan suntingan teks
dengan perbaikan bacaan atau edisi standar. Suntingan teks edisi diplomatik
adalah menyiapkan atau menerbitkan naskah tanpa mengadakan pengurangan maupun
penambahan. Suntingan teks edisi diplomatik bertujuan agar pembaca dapat
mengetahui teks dari naskah sumber. Suntingan teks edisi standar menerbitkan
naskah dengan membetulkan dan memperbaiki kesalahankesalahan teks. Suntingan
teks edisi standar dilakukan pembagian kata, kalimat serta diberikan komentar
mengenai kesalahan-kesalahan teks.
DAFTAR
PUSTAKA
Achadiati
Ikram. 2004. Katalog Naskah Palembang.
Jakarta: Yayasan Naskah Nusantara (YANASSA).
Amir Sutaarga, dkk. 1972. Katalogus Koleksi Naskah
Melayu Museum Pusat Dep. P&K. Jakarta: Proyek Inventarisasi dan
Dokumentasi Kebudayaan Nasional Direktorat
Jendral Kebudayaan.
Bani Sudardi. 2003. Penggarapan Naskah. Surakarta: BPSI
Edi S. Ekadjati. 2000. Direktori Edisi Naskah Nusantara. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Edwar Djamaris. 2002. Metode Penelitian Filologi. Jakarta: CV Manasco
Yusuf, M.. 2006. Kalatog Manuskrip dan Skriptorium Minangkabau. Padang: Fakultas
Sastra Universitas Andalas